Tekno

Inggris mendanai penelitian drone yang memiliki kecerdasan buatan

Pengembangan autonomous military systems atau yang disebut oleh para penentangnya sebagai “robot pembunuh”, sedang dalam perdebatan besar. Setelah mendapat berbagai keluhan dari para pegawainya, Google menarik diri dari Project Maven milik Pentagon pada awal tahun, proyek ini akan menggunakan machine learning untuk menganalisa video dari drone (pesawat tanpa awak).

Di Inggris, Pemerintah bersikeras menyatakan bahwa Inggris tidak memiliki senjata otonom dan tidak berencana untuk mengembangkannya. Tetapi sejak tahun 2015, Inggris menolak untuk mendukung proposal pelarangan pengembangan dan penggunaan senjata pintar yang telah diajukan ke PBB. Namun dilansir dari website the Guardian, menurut laporan dari sebuah investigasi, Kementerian Pertahanan dan kontraktor pertahanan tengah mendanai lusinan program kecerdasan buatan yang akan digunakan di lokasi – lokasi konflik.

Salah satu contoh, dalam laporan tersebut menyatakan bahwa Kementerian Pertahanan sedang menguji coba “predictive cognitive control system” yang telah digunakan pada operasi gugus tugas intelejen di RAF Wyton. Sistem ini memakai data yang kompleks dan besar dalam jumlah sangat besar, melebihi pemahaman para analis, dan menggunakan deep learning neural networks untuk memprediksiĀ  langkah – langkah yang harus ditempauh dan hasil dari sebuah operasi militer.

Hal ini memunculkan kekhawatiran mengenai apa yang akan terjadi jika sistem senjata masa depan ini diberikan input data yang salah dan tidak tepat, atau gangguan komunikasi kepada perintah dari manusia. Bukan hal yang tidak mungkin, terjadinya perang dengan drone yang memiliki kecerdasan buatan adalah skenario nyata yang mengkhawatirkan.

Inggris tengah mengembangkan sebuah drone experimental, bernama The Taranis supersonic stealth. Menurut BAE system, sebuah perusahaan keamanan, kedirgantaraan asal Inggris, Taranis dapat melakukan penetrasi jauh ke dalam teritori musuh, menemukan sasaran, mengambil keputusan mengenai apa yang sebaiknya dilakukan kepada sasarannya, kemudian melakukan penilain mengenai hasil dan memberikan laporan intelejen kepada manusia sebagai Komandannya.

Mantan menteri pertahanan Inggris untuk bagian pengadaan, Lord Drayson, mengatakan bahwa sistem persenjataan ini hampir tidak memerlukan input dari operator manusia dalam pengoperasiannya.

Tags

Related Articles

Close