Tahun 1893 kebudayaan Jawa sudah dipamerkan di Amerika.
Pada Bulan Mei hingga Oktober Tahun 1893 sebuah pameran besar – besaran berskala internasional yaitu World’s Fair: Columbian Exposition diadakan di Kota Chicago atau yang lebih dikenal dengan Chicago World’s Fair. Kota Chicago, Amerika Serikat dipilih menjadi tuan rumah dalam rangka memperingati 400 Tahun mendaratnya Christopher Colombus di tanah Amerika, sebelumnya pameran serupa diadakan di Paris, Perancis. Kota Chicago mengalahkan New York, Washington DC, dan St. Louis sebagai kota di AS yang paling cocok untuk diadakannya World’s Fair.
Pameran tersebut menempati wilayah seluas 256 Hektar bekas rawa – rawa yang direklamasi di daerah Jackson Park tepat di tepi Danau Michigan. Selama dua tahun sebelum pameran dibuka, ratusan gedung baru, baik permanen maupun sementara didirikan. Hal tersebut dilakukan sebagai langkah antisipatif kota Chicago menyambut pameran, kala itu Chicago juga sedang membangun kembali setelah sebagian besar kota diluluhlantahkan kebakaran dahsyat di tahun 1871 (Great Chicago Fire).
Chicago World’s Fair diikuti oleh berbagai pihak dari penjuru dunia, hal – hal yang dipamerkan pun sangat banyak dan beraneka ragam, mulai dari teknologi, pertanian, Industri, hingga seni dan budaya. Berbagai negara seperti Jerman, Turki, Jepang, Brazil, Kanada dan masih banyak lagi berpartisipasi dengan membuka anjungan – anjungan yang mempertunjukkan bangunan, kesenian dan kebudayaan mereka.
Pameran ini dianggap berpengaruh bagi perkembangan Amerika Serikat disaat itu, lebih dari 27 Juta pengunjung tercatat mendatangi Chicago World’s Fair selama enam bulan masa pameran.
Indonesia yang kala itu masih dibawah jajahan Belanda atau Dutch East Indies juga turut serta. Sebuah anjungan seluas hampir dua hektar bernama “Java Village” didirikan di sana. Menurut website The Field Museum Chicago, anjungan tersendiri tersebut dikelilingi oleh pagar anyaman bambu dan berisi rekonstruksi dari kondisi desa tradisional di Jawa. Rumah – rumah khas Jawa diatur sedimikian rupa, tidak ketinggalaan para peserta warga asli dari desa Sinagar dan Parakan Salak yang didatangkan dari Pulau Jawa, mereka mendemonstrasikan cara membatik, menenun dan menjahit.
Ditengah desa berdiri sebuah Masjid lengkap dengan bedug dan Muazin yang mengumandangkan Adzan ketika waktu Sholat tiba. Minuman hangat Teh, kopi dan coklat dibagi – bagikan kepada para pengunjung secara cuma – cuma, suara angklung juga terdengar dipenjuru Java Village. Pengunjung dapat membayar lebih untuk masuk dan menonton berbagai pertunjukan seni dari Sunda dan Jawa Tengah di sebuah teater. Teater tersebut mempertunjukkan konser seruling, kecapi, tarawangsa, sore harinya musik gamelan juga wayang golek dan wayang orang dimainkan untuk menghibur pengunjung.
Java Village menjadi anjungan yang paling populer di bagian kompleks pameran yang bernama Midway Plaisance, sebuah jalan yang kini masih tetap bernama sama di Kota Chicago.
Berikut Foto – foto dari Chicago World’s Fair 1893.
The music and people in the Java village were described as “the most popular” of all on the Midway. According to one report, “They were most interesting, these gentle Javanese, and, in certain ways and habits and view of life, quite unlike any other people in the world, so far as the Fair afforded an illustration. There was… a certain individuality which showed itself even in their music, which, with its sweet deep tones, was in pleasant contrast to the shrill clamor of the Plaisance all about.” ~ Field Museum
Peninggalan Bersejarah.
Kini berbagai benda pameran yang dipamerkan pada World’s Columbia Exposition tahun 1893, disimpan dan dirawat dengan baik oleh Field Museum di kota Chicago.
Pada tahun 2013 hingga 2014 museum tersebut mengadakan sebuah pameran khusus bernama “Opening the Vaults: Wonders of the 1893 World’s Fair”. Yang menarik dari pameran khusus ini adalah dipamerkannya barang – barang langka yang dulu dipamerkan di World’s Columbia Exposition tahun 1893, yang mana berbagai benda bersejarah tersebut tidak dipamerkan pada hari – hari biasa di Field.
Bersama dengan berbagai benda dari lain, wayang, gamelan, dan alat musik dari “Java Village” di tahun 1893 turut dipamerkan. Benda – benda tersebut masih dalam kondisi yang bagus walau berusia lebih dari seratus tahun. Bahkan ada rekaman suara pertunjukkan gamelan yang pada tahun 1893 direkam menggunakan wax cylinder recorder, alat perekam portable pada masa itu.
Foto – foto dari Opening the Vaults: Wonders of the 1893 World’s Fair tahun 2014